Selasa, 26 Mei 2015

Benarkah, Indonesia negeri tanpa ayah?

Beberapa konsultan pengasuhan anak / parenting menyebut Indonesia sebagai fatherless country atau negeri tanpa ayah. Bukan berarti ketiadaan ayah dalam arti fisik hadir, tapi karena pada kenyataannya sedikit sekali ayah yang berkontribusi dalam pengasuhan anak.

Kebanyakan ayah menyerahkan sepenuhnya pengasuhan kepada ibu dengan dalil "al ummu madrosatul ula", ibu adalah madrasah/sekolah pertama bagi anak. Banyak ayah yang belum tahu bahwa kalimat tersebut ada lanjutannya yaitu "wal abbu mudiiruha" dan ayah sebagai kepala sekolahnya. Lengkapnya "al ummu madrosatul ula, wal abbu mudiruha", ibu adalah madrasah pertama, dan ayah adalah kepala sekolahnya.

Sebagai kepala sekolah maka ayahlah yang bertanggungjawab penuh atas apa yang ada dan terjadi dalam keluarga termasuk urusan pengasuhan anak seperti hadits Rasululloh SAW yang diriwayatkan imam Bukhari-Muslim, "Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Suami adalah pemimpin bagi istri dan anak-anaknya...."

Seorang anak yang sangat minim mendapat sentuhan pengasuhan ayah akan kehilangan maskulinitasnya dan cenderung feminim. BKKBN pernah me-release data bahwa 75 % anak laki-laki SD di Indonesia kebanci-banci an. Hal ini disinyalir karena anak terlalu dominan mendapat sentuhan pengasuhan dari wanita dan hampir tidak mendapat sentuhan dari lelaki. Perhatikanlah betapa seorang anak ketika usia bayi diasuh ibunya di rumah, ketika sekolah TK maka ketemunya juga dengan ibu-ibu, di SD guru juga mayoritas ibu-ibu sehingga wajarlah jika karakternyapun cenderung ke ibu-ibu an/kebanci-bancian.



Buat para ayah, yuk akhiri kondisi dilematis tersebut dengan meningkatkan kerekatan hubungan dengan anak, memperbanyak menyentuh/menciuminya agar mereka tidak kehilangan maskulinitasnya. Prinsipnya tidak harus dengan waktu yang lama karena ayah memang harus bekerja mencari nafkah, tapi walaupun sebentar yang penting memberikan kesan mendalam pada anak.

Apakah perlu diadakan hari ayah untuk menyadarkan kita?

Minggu, 01 Maret 2015

PRESTASI SISWA, KARYA SIAPA?

Data prestasi siswa sering menjadi komoditi yang digunakan sekolah untuk buzz marketing sekolah. Seperti yang terpampang di media-media promo sekolah hari-hari ini.

Pantaskah data prestasi siswa menjadi main issue yang dimunculkan di media promo? Jika prestasi siswa tersebut diraih karena sekolah berandil besar kiranya pantas-pantas saja.

Tapi, pada kenyataannya banyak kalau dikaji sebenarnya data prestasi siswa tersebut terlalu hiperbolis untuk mewakili gambaran kondisi kualitas sekolah. Karena jika dibandingkan dengan siswa lain yang belum berprestasi prosentasi siswa berprestasi hanyalah angka yang sangat kecil. Misal ada 5 siswa berprestasi tapi jumlah semua siswa 100 siswa apakah layak untuk dikatakan bahwa sekolah tersebut penghasil siswa berprestasi?

Lebih menyedihkan lagi jika prestasi yang diraih siswa tidak ada peran polesan sekolah karena sebelum berada di sekolah tersebut sang siswa memang sudah memiliki bakat dan prestasi di bidang tertentu. Jika hal itu yang terjadi maka pencantuman prestasi siswa sebenarnya hanya klaim sekolah untuk mendapatkan keuntungan berupa minat calon siswa.

Minggu, 25 Januari 2015

PILAH PILIH SEKOLAH

Meski baru bulan Januari, sudah banyak kita saksikan media promosi sekolah yang dipasang ditempat-tempat strategis. Sekolah mengambil start awal untuk merebut minat orangtua dan calon siswa. Padahal jika merujuk aturan dinas pendidikan harusnya penerimaan siswa baru mulai dari promo di timeline start on April. By the way bahkan ada sekolah yang sudah over quota.

Berikut kami share beberapa hal sebagai panduan menjatuhkan pilihan sekolah untuk anak-anak kita;
  1. Jika sekolah sudah berumur diatas 10 tahun tanyakan tentang data output/lulusan diterima dimana saja atau jadi apa mereka?,
  2. Jika sekolah dibawah 10 tahun mintalah penjelasan terkait visi dan jaminan kelulusannya?,
  3. Tanyakan kurikulum sekolah; target kurikulum, isi kurikulum, dan gambaran pelaksanaan kurikulum/profile kegiatan sekolah sehari-hari,
  4. Tanyakan dan minta dokumen profile/manifesto visi sekolah bisa berupa buku/modul atau softfile,
  5. Tanyakan dan mintalah data terkait pelatihan guru atau pengembangan SDM sebagai indiktor kualitas pendidiknya,
  6. Untuk menilai kualitas infrastruktur amatilah kondisi di saat jam efektif dan istirahat serta kunjungilah WC dan kamar mandinya,
  7. Sempatkan berdialog dengan guru, siswa, orangtua siswa, dan warga sekitar sekolah untuk mengetahui budaya yang berlaku di sekolah. Perhatikan bagaimana ekspresi wajah mereka ketika bertemu di awal dan cermati senyumannya.

Sungguh, para orangtua, jangan sampai kita salah memilihkan sekolah untuk anak karena akan sangat menentukan pada perkembangan mereka kedepannya, sebagaimana Ibrahim a.s. menempatkan Ismail dan Hajar. Namun yang juga sangat penting harus dipahami semua orangtua yaitu membuat rumah menjadi tempat yang paling membuat nyaman dan diminati anak karena mereka akan melewati hari dengan kuantitas waktu lebih banyak di rumah.

Minggu, 11 Januari 2015

PENTINGNYA KOMITMEN GURU

Tak ayal lagi, peran guru sangatlah penting untuk maju mundurnya sebuah bangsa atau peradaban.

Sayangnya, kini banyak permasalahan yang melingkari guru sehingga bukannya banyak peran dibaktikan tapi kesejahteraan pribadi diburu.

Permasalahan tersebut diantaranya;

  1. Guru tidak menemukan alasan mengapa ia jadi guru,
  2. Guru sering terlambat masuk kerja dengan seribu satu alasan yang tidak jelas,
  3. Guru malas membuat RPP/Learning Plan. jikapun membuat kebanyakan copypaste dari rekan sejawatnya,
  4. Guru suka banget menghitung-hitung berapa takehomepay yang didapatkan sebagai imbal jasa atas apa yang mereka kerjakan,
  5. Guru keberatan jika mendapatkn tambahan tugas walaupun masih dalam lingkup tupoksinya,
  6. Guru tidak peduli kepada siswa diluar siswa sekelasnya,
  7. Guru tidak peduli akan kebersihan lingkungan sekolah karena sudah adanya cleaning service atau household
  8. Guru tidak peduli pada kesusahan atau kesulitan rekan sejawatnya,
  9. Guru malas belajar, tidak penah baca buku, jika ikut training tidak antusias,
  10. Guru menyepelekan perilaku negatif seperti bicara kotor/jorok/kasar, makan sambil berdiri, merasa bahwa itu urusan pribadinya yang tidak berpengaruh pada pembelajaran.


Jika di eksplor lebih dalam, bisa jadi halaman ini tidak muat menampung masalah guru hari ini.

Maka seharusnya bab komitmen diujikan paling awal dalam proses rekrutmen guru.

Kebanyakan sekolah hanya melakukan uji tertulis kompetensi, uji praktek. Ujian atau eksplor komitmen dilakukan terakhir dengan wawancara. Jika begitu maka akan sulit menemukan guru yang benar-benar komitmen. Karena bisa saja mereka tak lulus di uji kompetensi ataupun praktek. Padahal, dalam keseharian KOMITMEN jauh lebih penting daripada kompetensi.

Training KOMITMEN guru, SDIT-SMPIT Insan Teladan Bandung


Jika prosesnya sudah baik maka di awal action guru harus membuat vision statement sebagai ejawantah dari komitmen dirinya. Ini sekaligus sebagai materi upgrading paling awal untuk seorang guru baru.

Bagaimana dengan guru di sekolah anda? Apakah mereka sudah ber-komitmen tinggi?
Bagaimana kita akan dapatkan generasi yang kuat, peradaban yang lebih baik jika para gurunya masih berpenyakit dalam komitmen?

Mari belajar bersama untuk meningkatkan komitmen guru-guru Indonesia. Silahkan hubungi 08156589613 atau pin bb 28328069

Kamis, 04 Desember 2014

Parenting dengan LuQMan Methode

Luqmanul Hakim bukanlah seorang Nabi atau Rasul, apalagi Malaikat. Beliau manusia biasa seperti kita. Namun cara yang beliau gunakan untuk mendidik anaknya diabadikan oleh Alloh di Alqur'an.  Artinya menjadi pedoman pendidikan anak untuk semua orangtua dimasanya maupun masa kini dan yang akan datang. Kenapa?


Siapa sebenarnya sosok Luqmanul hakim, dan bagaimanakah cara yang digunakannya untuk mendidik putranya?

Berminat untuk mengkaji lebih lanjut, segera hubungi abah Joko di 08156589613.